![]() |
Prosa Hati II | ![]() |
![]() |
PERJALANAN MENUJU PURI DI UJUNG PELANGI Melintasi nuansa warna Mengapai puri diujung pelangi Setapak demi setapak Kulintasi nuansa warna pelangi Semburat merah Serasa jiwa bergolak Nyala api tak kunjung padam Tanpa sada ujung rambtku terbakar Dengan gerakan secepat kilat Kuguyurkan air dan kupotong rambutku Entah potongan rambut model apa yang kini kumiliki Aku tersenyum sendiri Kulanjutkan perjalananku dengan membawa sepercik kebahagiaan Kubilang pada hatiku takkan lagi kuberbuat ceroboh Sketsa jingga mulai kujalani Dengan penuh semangat dan tekad membaja kutelusuri Disekelilingiku dipenuhi kemilau intan Segera kuambil intan-intan yang sanggup kubawa Namun ditengah perjalanan Tiba-tiba intan-intan itu raib entah kemana Ternyata karung tempat intan itu berlubang Karena terlalu banyak isinya Kembali kulanjutkan perjalananku dengan kebahagiaan tersendiri Dan kutinggalkan karung yang telah kosong itu Rona kuningpun terlihat Kuberlari-lari kegirangan Menari-nari penuh suka Semakin kupercepat langkahku Aduh. Tiba-tiba aku terjatuh Begitu cepat kakiku melangkah. Segera kupijat dengan balsem pemberian ibu Sambil terseok-seok kukembali berjalan Asaku tak jua padam tuk gapai puri di ujung pelangi Kurasakan bahagia dalam rona kuning Penuh semerbak harum bunga matahari Takkan kubiarkan kegembiraan terlalu dalam Hingga lupakan semua hal Hamparan hijau dedaunan kurasakan Sejukkan jiwa yang galau Dedaunan serasa dicumbu embun Kupu-kupu bermain merayu-rayu Karena aku sangat jail Kuambil sebuah kupu-kupu Namun Entah darimana datangnya lebah Sejurus kemudian menyengat tanganku Padahal aku nggak menganggu sarang lebah itu. Tapi darimana lebah itu muncul Apa. Lebah itu sahabatnya kupu-kupu ya ? Tanyaku pada aku sendiri Kuambil daun melati Kuusap-usapkan pada tanganku yang bengkak Kurasakan harum semerbak wanginya Diriku dipeluk oleh alam nan syahdu Begitu tenang. Rasakan kebahagiaan mencumbuku Takkan pernah kujahat pada alam yang telah memanjakanku Takkan pernah kuberbuat salah meskipun itu cuma kesalahan kecil Karna kuyakin semua salah pasti ada hukumannya Sayup terdengar merdu bunyi seruling Kuterbuai oleh negeri pink Romansanya memanjakanku Buat mimpiku melambung jauh Hingga tercipta ribuan syair-syair asmara Takkan tertandingi oleh pujangga manapun Saat inipun kulihat wajahku dalam bening aliran sungai Begitu cantik tak terduakan Sayup terdengar puisi-puisi cinta yang lebih indah dari puisi-puisiku Dan terlihat gambar gadis-gadis cantik yang lebih dari wajahku Ah sudahlah. Toh semua punya kelebihan dan kekurangan masing-masing Kutersenyum dan kulanjutkan perjalananku dengan rasa syukur Atas semua kelebihan dan rasa ingin memperbaiki kekurangan-kekuranganku Kutermenung dikelilingi sutra unguKembali kumenghayal tentang puri indah di ujung pelangi Seperti yang selalu nenekku kisahkan menjelang tidur Kuhanyut oleh kesedihan di masa silam Hingga tak mampu lagi kusadar tentang keindahan sutra ungu ini Tanpa sadar pak tua menghapus air mataku Masih terbuai oleh kesedihan aku membungkam Gadis manis bangun lihat sutra-sutra ungu ini begitu indah terproses dari tangan-tangan yang lembut tapi perkasa Aku bangkit. Sungguh indah sutra-sutra ungu ini Tapi. Kemana pak tua tadi.. Kurasakan kebahagiaan dalam kelembutan sutra ungu Kutakkan pernah hanyut dalam kesedihan lagi Kuingin gapai semua cita dan cintaku Kata nenek kalau sudah sampai di negeri biru Berarti hampir sampai di puri ujung pelangi Kebebasan dan kedamaian begitu terpancar Sungguh ini cobaan yang berat Tapi kubisa atasinya Langkahku kian cepat hingga sampai pada deretan bunga-bunga Semburat warna Merah jingga.., kuning., hijau, merah muda Hijau, dan biru Bagai seorang putri tiba-tiba bajuku berubah laksana Cinderella Milenium Baju yang sangat besar namun pas dibadanku yang mungil Berwana pink dengan hiasan-hiasan perak Rasanya bajuku bisa bergoyang-goyang Kepalakupun berhias mahkota Seorang putri cantik menyambutku Dan mengajakku kesebuah puri Tapi Apa yang kulihat Sebuah gubug ditengah air terjun yang terdapat bias-bias warna Dikelilingi bunga-bunga Gemericik airnya mendekapku dalam kedamaian Angsa-angsa putih asyik bercumbu Burung-burung riang beryanyi asmara Putri itu berkata Perjalananmulah purimu, dan ini hanya sebagian dari purimu yang akan kita tempuh berdua dan mungkin tidak seindah yang kamu bayangkan tapi kuingin beri yang terindah buat mu Kebahagiaan melewati negeri warnapun terlintas di pelupuk mataku Kini kebahagiaan yang aku rasakanpun bertambah semakin bertambahnya pengetahuanku Tentang nuansa warna Kan kujalani semua hal di puri ujung pelangi bersama seorang putri cantik yang bijaksana |
|
|
|
Cerita yang Terpuruk Disini Rintik air hujan jatuh seperti jarum2 Burung hantupun mengigil kedinginan Dulu Ketika dalam dekapan dewi asmara Aku ingin agar waktu berhenti saat itu Namun Aku tak mungkin terus bersandar pada angin Mentari menerbitkan satu kenyataan Bahwa waktu akan terus berjalan Saat ini Kutulis surat buatmu lalu kubakar dalam tungku panas Gemuruh petir dimalam hari terdengar Adakah cinta polosku kau simpan? Tak ada yang menyahut Hanya gerimis gaib terdengar, dan Menyimpan sebuah rahasia kepolosan cinta |
![]() |
![]() |
Kisah Lara Kusapu wajah langit perlahan Kuhitung bintang entah sudah jadi berapa buah Tertidurnya rembulan dalam belaian angin surga Seiring menari penaku Detak jam di kamarku terdengar jelas Pujanggapun mulai membacakan syair-syairnya Lama kutertegun tanpa kata Hanya desah atau sesekali anggukan tanda mengerti Kugerak-gerakkan jemariku diatas kepala Menari sayup terdengar gamelan Layar tlah dibuka Dimulainya kisah lara dari sudut layar yang terkubur Nurani diam bagai cacing kepanasan Dipojok dduk manis beberapa sinden suara merdu nyanyikan lagu nestapa Lama terdiam hayati cerita lara digaris tanganku Cucuran air mata bermuara dikolam nestapa Terlena dalam timangan duka Dalam dekapan mesra kabut lara Lama kumerenung Makin kusulut api panas dalam luka yang entah sembuh entah tidak Lama kutertegun Masih kusadar lukaku masih meneteskan nanah Apa bisa ramuan sesedikit itu menyembuhkan luka yang masih bernanah Jijik kumelihat luka in Lama kuhayati arti dari suara merdu sinden Sesekali kulihat lukaku yang masih bernanah Seorang ibu tua sodorkan ramuan yang tlah dihaluskan dengan cobek Coba minum beberapa pil ini, Coba tetesi dengan obat tetes ini Ah Bercak nanah itu tak mungkin mengering Tak mungkin Apa aku yang buat nanah ini makin menderas Segera kusingkirkan lalat-lalat yang mengerubungi diri Obati luka ini. Kuyakin nanah ini dengan ramuan dari ibu tua itu Atau dengan beberapa buah pil. Atau justru dengan obat tetes itu. Pasti sembuh ya pasti sembuh Kuyakin Kuingin sinden itu mengubah tembang-tembang laranya Jadi tembang suka dan merindu kasih Bersama mengeringnya nanah di lukaku Meski bekas luka tak pernah hilang Kuingin usir kisah lara ini Ingin tutup semua layar duka Akhiri kisah lara Sudahi saja |
Malam mendesah panjang Aku mengadu kala malam mendesah panjang Dalam tembang suling kutiupkan sebuah kisah Aku menangis tanpa perdulikan burung hantu lantunkan lara Dalam terkaman guntur malam aku mengigil ketakutan Dalam desahan panjang sang malam aku mengadu .... Desahannya panjang menyayat pilu Tubuh mungil malam semakin kurus diterkam siang lusuh Butiran-butiran bening mengalir di kedua pipi mulus Badanku makin gemetar, tak henti bicara jiwaku Hanya bibir yang terdiam karan kata tlah terbutuh Malam kembali mendesah dalam kantuknya yang panjang Mata anginpun mulai membuka menutup kelopaknya Tubuhku makin kaku dan mengigil ketakutan Aku bersujud Aku bersimpuh Deraian air mata bagai aliran terjun Bibirku kaku Hatiku beku Apa jiwaku mati Sepi.... Malam mendesah panjang dan lirih ..... |
![]() |
![]() |
Tiga kata ku Aku sayang kamu Bersama kualirkan tiap-tiap do'aku didekapan rembulan Aku sayang kamu Seperti persetubuhan antara pekatnya malam dan jelitanya pagi Aku Sayang kamu Bersama larutnya ciuman dan rebahnya kepalaku didadamu Aku Sayang kamu Saat mimpi-mimpi keabadian cinta membumbung dari asap pengharapan Aku sayang kamu Bersama lewati lorong-lorong nafsu dan cinta Aku sayang kamu Kubelai lembut hati yang tercipta merayu Aku Sayang kamu Terbisikkan tiga kata entah terhayati entah tidak "Aku Sayang Kamu" |
Syair sang Pujangga Mungkin aku hanya bisa buat syair Lantunkan liris-liris romantis dalam gerimis Terdengar angin tertawakan syair-syair Tapi kuhanya tersenyum sembari melirik Lihat wajahmu disemua dinding hati Kembali kutarikkan pena emas mungil Ungkapkan rahasia panah-panah asmara dengan lirih Cinta mengalir..... Dari gejolaknya dan berputar-putar diantara lembah dan bukit Kekasih.... Dengarlah perlahan-lahan nafas cinta sang angin Kemarilah biarku dinginkan hati Dengan dekapan sayang dan kasih Kemari Hampiriku, buat mataku jadi telinga maknakan cinta diantara duri Kubiarkan dirimu mandi dikolam air mata diri Gerimis tetap melawan sepi Bicarakan cerita-cerita batin dan kisah kasih Dua sisi kan tetap tertaut dalam runcing hati Wajahmu kembali tersenyum manis Mengecup kening dan kubiarkan penaku berhenti menari |
![]() |
![]() |
Jelajahi lorong dusta Pekat..... Gelap.... Tanpa lentara .... Hilang secercah cahaya Kotor, gelap Penuh sarang laba-laba Jijik kumelihatnya Kudekap tubuhku dengan selimut tebal Bisakah kuteruskan langkah Bisakah pasti kuberjalan Akankah ada secercah kejujuran jiwa Pengap Sesak rasa diri mengantung dusta Menipu dinding nurani, semua Mengeliat dalam gelap Menari diatas kegetiran Semakin sesak batin, rongga Aku ingin titik kejujuran Tak kuasa ungkap seribu makna Tertipu tertipu, dan Tipu semua jiwa Kutetap susuri lorong dusta Biarkan sesak terus memenuhi rongga Karna kata orang "Tidak jadi masalah apabila kita menipu untuk kebaikan" meski diri terus dihimpit sesak di dada teruskan menipu jiwa tanpa sadar tipu juga diri sendiri, segenap |
Rindu padamu Bunda Bunda aku rindu Dekapanmu Belaian tangan-tangan keriputmu mengusap lembut rambutku yang hitam Bunda..... Aku rindu pelukan hangat cintamu hantarkan tidurku Bunda aku rindu..... Bunda putrimu rindu akan cerita-cerita dongeng Kau bacakan sembari aku terlelap tidur Bunda aku rindu nasehat-nasehatmu Buat Kumarah karna tak pernah hayati makna Bunda dekaplah aku..... Timanglah putrimu yang lusuh ini Bantu aku tuk berjalan Bunda.... Bimbinglah putrimu yang beranjak dewasa ini Bunda..... Biarkan kuceritakan semua luka Meski tak pernah ingin ku kau mendengarnya Bunda...... Ingin kuungkap semua asa yang ingin kugapai Ingin kubersabar menanti Ayah pulang Bunda..... Sungguh ingin aku membantumu tapi..... rasanya aku terlalu egois dengan waktu yang bukan milikku Bunda...... Seandainya....... Andai aku bisa hayati makna kasih sayangmu...... Seandainya...... Bunda ..... Seandainya aku bisa hayati makna kasih sayangmu Bunda ...... Sadar aku bahwa waktumu bukan hanya milikku tapi bunda...... Dekap hangat tubuhku saat ini Agar dingin yang aku rasakan tidak sampai menusuk tulangku Bunda...... Bunda hangatkan aku dengan cintamu Bunda I love U bunda |
![]() |
![]() |
Dongeng Untuk Rini Kemudian engkau mencoba melongok kebelakang Kembali Kepada waktu yang telah membesarkanmu Dulu, saat-saat murni dan lugu Tapi waktu terus berjalan Seiring dengan langkahmu yang kian panjang mengejar impian Inilah aku di dunia kedewasaan Seperti Hansel dan Gretel kau coba menelusuri lagi jejak-jejak remah roti Masa-masa indah yang masih selalu ingin kau nikmati Pada mata-mata lugu bocah-bocah pecinta itu Hingga kau lahirkan sendiri malaikat-malaikat kecil itu dan sampailah engkau pada surga pertamamu... Terima kasih Tuhan, atas dia yang telah engkau pilihkan |
Biar Saja biarkan aku tertawa dalam mimpiku bahagia dalam anganku bermain dengan khayalku bercinta dengan bayangmu Bayangmu datang padaku ketika kelam menjelang ketika dingin mencekam ketika sepi merajam ketika hati remuk redam Bayangmu datang padaku dalam pelukan kehangatan dalam dekapan kelembutan dalam selimut ketenangan dalam sentuhan penuh cinta Bayangmu datang padaku tanpa wujud nyata tanpa bisik suara tanpa harus kupinta tanpa pernah bertanya Biarkan aku sekali terhanyut arus sekali terkobar murka sekali terlayang hampa sekali terlarut rasa Biarkan aku lepaskan belenggu yang redam emosi habis tuntas lembaran lama sebelum aku melangkah lagi |
![]() |
|
Is It Wrong ? is it wrong to love you is it wrong to miss you even if we're not lovers even if were friends is it wrong to open up is it wrong to let you know is it wrong to say it or should i shut up i said i miss you i miss my friend but you build a wall you said wouldn't be there if i ever knew this i wouldn't have said 'yes' but then who are we to know what will be |
Boleh...Tapi... !!! kau boleh tak sayang lagi tapi jangan membenciku kau boleh tak sayang lagi tapi jangan tampilkan permusuhan itu kau boleh tak sayang lagi tapi jangan tambah sakit hatiku kau boleh tak sayang lagi tapi jangan kau jadi jahat padaku kau boleh tak sayang lagi tapi siapa yang bisa melarang hatiku untuk tetap sayang kamu ? (dari temen jadi pacar mau jadi temen lagi susah ya...) |
|
|
Sahabatku....Kekasih Gelapku Suatu sore, air dan api duduk di sebuah kafe Seperti biasa mereka minum espresso, asbak dihadapan mereka penuh puntung Marlboro putih "Kudengar kemarin kamu melalap pasar," ujar air api hanya tersenyum kecil "Yah, seperti kamu baca di koran-koran" "Enakkah?" tanya air lagi api menghisap rokoknya "Sama seperti waktu kamu membanjiri kota minggu lalu" air menjadi bosan, "Ah kupikir lebih enak," lalu diteguknya espresso Api tiba-tiba mencolek air kobarannya padam sedikit "Kamu pernah terpikir nggak, kenapa diantara kita berdua kamu selalu dianggap jagoannya?" Air menatap api, bingung "Maksudnya?" "Ya, kalau aku sedang melalap pasar, kamu datang dan aku padam. Sementara kalau kamu sedang membanjiri kota, aku datang tapi kamu terus beraksi. Apa-apaan itu?" Api menyulut lagi rokoknya, mukanya agak masam. Air mendesah. Gundah, dia. "Aku rasa semuanya terjadi karena manusia terlalu membesar-besarkan perbedaan kita" Api tersenyum setuju. Mereka nongkrong disitu dua jam lamanya Bicara tentang berbagai hal Setelah membayar, keduanya meninggalkan kafe |
Syair cinta seperti biasa bergelung aku dipusaran hitam kadang merah tak berujung hanya bisa bisikkan sesuatu pada waktu yang berputar dan berputar "kapan lagi?" cengkeram berubah menjadi genggam benci menjadi sayang dan aku masih ada disana, kadang hitam kadang merah dan mampu hanya berbisik pada waktu "sampai kapan?" keras melunak lunak mengeras dan kau tetap disana bersamaku tergelung dalam pusaran kadang hitam kadang merah bisa jadi jingga "kapanpun cinta kau" lalu dalam raguku aku mencoba meraih, menyentuh, mencium dan merengkuh "sedang begini masih berbohong?" dan kau kurengkuh terus kurengkuh tak mau lepas aku tidak pernah bohong "tidak. aku tidak bohong" |
|